Pages

Peringatan Nuzulul Qur’an di Kemusuk


Kemusuk – Dalam rangkaian kegiatan semarak Ramadan 1434 H, Panitia Bulan Ramadhan (PBR) Masjid Al Arofah Kemusuk, Senin (29/7) malam, usai Sholat Tarawih menggelar pengajian akbar dalam rangka memperingati Nuzulul Quran, bertempat di masjid AL Arofah Kemusuk.
Menurut ketua panitia, M. Nurul Fajri, pengajian diikuti seluruh jamaah umat islam sekitar Kemusuk lor. Pengajian menghadirkan pembicara Ustad Ali Munif S. Ag dari Bina Kerohanian Polda DIY.
Staf Humas Panitia dalam rilis yang diterima Sedulur-Musuk, Senin (29/7) menyebutkan, sebelum acara pengajian dimulai, didahului penampilan hadroh.
Sementara Penceramah Ustad Ali Munif S. Ag., menjelaskan tentang turunnya Al Qur'an, dan Nuzulul Qur'an merupakan sebuah mukjizat Allah SWT karena peristiwa ini merupakan proses turunnya Al-Qur'an kepada Rasul Muhammad SAW untuk memberi petunjuk kepada manusia. Turunya Al-Qur'an merupakan peristiwa besar karenanya kita harus mengetahui pengertian dan hikmah Nuzulul Qur'an secara menyeluruh. Artinya pengertian dan hikmah Nuzulul Qur'an ini kita harus mampu mengimplementasikannya dalam diri kita masing-masing.
"Peringatan Nuzulul Qur'an ini jangan hanya dijadikan rutinitas ritual semata, namun agar dapat menjadi nilai tambah bagi kita sekalian sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup di hadapan Allah SWT. Selain keistimewaan bulan Ramadhan yang terkait dengan nilai peribadatan puasa serta sakralitas bulannya, Nuzulul Qur'an merupakan salah satu event penting yang ada di dalam bulan Ramadhan tersebut," ujarnya. (*)/SMTEAM

Giliran warga Kemusuk Lor bikin E-KTP



Sedayu - Animo warga Kemusuk terhadap program e-KTP sangat tinggi. Pihak kecamatan setempat pun mengatur jadwal untuk menghindari antrean panjang. Seperti di Kecamatan Sedayu yang berada di Jalan Wates Km 12 Sedayu Bantul Yogyakarta.

"Sengaja kita jadwal dalam sehari hanya kita batasi
sekitar 250 warga," kata seorang petugas kepada 
sedulur-musuk.blogspot.com, Kamis (26/1/2012).

Sementara untuk menghindari antrean, sebagian warga rela menumpuk formulir pembuatan sejak pagi hari. Seperti yang dilakukan Sugiyanto (23) warga Kemusuk RT 01. Pria lajang ini mengaku sengaja menumpuk pagi hari agar dipanggil lebih awal.

"Kalau menumpuk pagi. Pastinya kan antrenya panjang terus kerja saya kan pasti terbengkelai. Padahal kan dapan izinnya hanya beberapa jam," ujarnya.

Dari pengamatan sedulur-musuk.blogspot.com, proses yang harus dilalui untuk pembuatan e-KTP membuat antrean warga dan menunggu lama. Sedangkan lama prosesnya antara 10-15 menit untuk setiap warga dan tiap kali pemanggilan ada 5 orang.
(SM TEAM)

Buku "Pak Harto The Untold Stories"

SINOPSIS
"Piye to kok ora bisa ditulung (bagaimana sih kok tidak bisa ditolong)?" adalah pertanyaan Pak Harto ketika ia merasa limbung menghadapi kenyataan baru saja kehilangan belahan jiwanya, Ibu Tien Soeharto-istri tercinta yang puluhan tahun menemaninya mengarungi suka dan duka, istri yang selalu mengobarkan semangatnya, menuangkan kasih sayang, serta menguatkan hati.

Setetes air mata Pak Harto menandai kehilangan besar yang harus diikhlaskannya hari itu, disaksikan Profesor Dr. Satyanegara yang selanjutnya menjadi lebih sering menjaga kesehatan Pak Harto. Demikian pula perjalanan hidup Pak Harto sejak muda yang terekam dengan baik dalam ingatan keluarga besar, sesama kepala negara, para menteri, ajudan, serta orang-orang yang bekerja bersamanya, menjelaskan sisi-sisi lain karakter Pak Harto yang sangat jarang dipublikasikan, yang selama ini tersimpan sebagai the untold stories seorang Pak Harto.

Masih dalam kenangan mesra Pak Harto bersama Ibu Tien, Brigjen TNI (Purn) Eddie Nalapraya, yang berpangkat kapten ketika menjadi pengawal pribadi Pak Harto di tahun-tahun awal menjabat Presiden RI, pernah mendapat pesan jenaka dari Ibu Tien. Ibu Negara itu mengetuk-ngetuk jendela mobil sesaat sebelum Eddie berangkat mengawal Pak Harto memancing ke laut lepas, "Jangan memancing ikan yang berambut panjang ya...." Pesan canda buat sang pengawal itu membuat Pak Harto tersenyum mendengarnya.

Sementara Profesor Dr. Emil Salim, Menteri Lingkungan Hidup pada masa pemerintahan Pak Harto, menuturkan kisah yang mengharukan ketika sepasukan tentara disiapkan untuk menembaki serombongan gajah yang dilaporkan memorakporandakan kebun-kebun warga desa transmigrasi di Lampung. Rupanya hewan-hewan besar itu keluar dari hutan karena setiap enam bulan sekali mereka perlu berendam di laut untuk mendapatkan garam.

"Mendengar rencana itu, Pak Harto segera memerintahkan agar para tentara tidak menembaki kelompok gajah pada saat mereka pulang nanti, melainkan menggiringnya melalui jalan yang berbeda, dengan menggunakan peralatan yang bisa menghasilkan bunyi-bunyian seperti genderang dan terompet. Maka pada perjalanan kembali ke habitatnya di atas bukit, gajah-gajah itu tidak lagi menghancurkan kebun dan rumah di desa transmigrasi," cerita Pak Emil.

Ide sederhana Pak Harto ini berakhir tidak sederhana. "Setelah berhari-hari mengawal kawanan gajah pulang ke hutan tempat tinggalnya di atas bukit, beberapa tentara meneteskan air mata haru karena dapat merasakan terbitnya kasih sayang di hati mereka terhadap hewan-hewan itu. Presiden Soeharto lantas mengundang semua tentara yang bertugas dari yang berpangkat terendah ke rumahnya di Jalan Cendana. Dengan riang Pak Harto menyalami mereka satu per satu sebagai tanda terima kasih," cerita Pak Emil.

Buku ini memang sarat bermuatan kisah-kisah human interest sebagai bagian dari keseharian Pak Harto sejak muda hingga akhir hayatnya. Kisah tentang seekor burung beo di halaman belakang yang akhirnya menjadi salah bicara setelah Pak Harto berhenti dari jabatan presiden, isyarat dari alam semesta mengenai akan terjadinya suatu peristiwa duka terhadap diri Pak Harto melalui burung-burung camar yang merontokkan bulu-bulunya memenuhi geladak kapal pada saat Pak Harto sedang bermalam di tengah laut, bahkan kisah tentang rumor yang tidak bertanggung jawab di seputar wafatnya Ibu Tien Soeharto, semua terpapar gamblang apa adanya di dalam buku ini melalui penuturan 113 narasumber yang mengalami dari dekat berbagai peristiwa suka duka di sepanjang hidup Pak Harto.


Jalan Sehat Memperingati Hari kartini

Menyambut Peringatan Hari Kartini, Ikatan Pemuda Kemusuk Lor (IPKL) melaksanakan serangkaian kegitan yang diawali dengan Jalan Sehat sebagai awal pencanangan kegiatan (10/4/2011) yang dilepas Bapak Slamet Sriyanta, selaku kepala dusun Kemusuk lor, dengan rote Star di ruang baca (mading), mengitari Jalan Tegalsari – Jalan Pasar nulis dilanjutkan mengelilingi sekitar dusun di daerah kemusuk dan kembali finish di ruang baca (mading).
Kegiatan Jalan santai berhadiah ini dikuti oleh sejumlah ibu-ibu dan bapak-bapak bahkan banyak anak kecil yang antusias mengikuti kegiatan ini. Hadiah door prize yang cukup menarik perhatian peserta turut mewarnai pencanangan tersebut dengan hadiah utama televisi, serta alat-alat elektronik lainnya dan berbagai undian berhadih hiburan yang disiapkan panitia yang diketuai oleh Solifah. Adapun Tema Jalan Sehat “ Perempuan menatap kedepan ”. Hadir Ketua IPKL Henning sucahya, mengatakan bahwa, mengawali pembukaan pelaksanaan dalam rangka memperingati HUT RA.Kartini Tanggal 21 April mendatang, dalam sejarah pahlawan nasional, sosok Kartini adalah seorang ibu rumah tangga namun tergugah kesadarannya untuk menggerakkan emansipasi kaum perempuan di tanah air.

Menurutnya, tujuan perjuangan Kartini adalah untuk memperoleh persamaan hak dan kewajiban agar sama derajatnya dengan kaum pria, karena kondisi perempuan ketika itu hanya sebatas ibu rumah tangga yang bertugas melahirkan, mengasuh dan membesarkan anak. Namun 132 tahun kemudian, kita patut bersyukur dan ibu-ibu pantas berbangga hati walaupun melalui proses waktu yang panjang, akhirnya perjuangan RA.Kartini berhasil menjadikan kaum perempuan sejajar dengan kaum pria. Artinya, kini kaum perempuan mendapat peluang dan porsi yang sama dengan pria untuk mengabdi, berkarya dan berkiprah di segala bidang dan sector kehidupan, dalam rangka ikut mengisi pelaksanaan pembangunan, pemerintahan dan kemasyarakatan. Dikatakan, kegiatan Jalan sehat ini merupakan awal dari seluruh rangkaian kegiatan yang dilaksanakan oleh IPKL. Dalam rangka peningkatan peran perempuan, Mudah-mudahan kegiatan Jalan Sehat dengan membawa spanduk dan poster ini, kiranya dapat memberi harapan baru, semangat baru dan membuka paradigm kita semua akan bahaya penyakit bagi generasi kita ke depan.
Akhirnya ia mengucapkan selamat kepada IPKL yang berhasil menggalang pelaksanaan kegiatan ini. Semoga aktualisasi perjuangan kaum perempuan tidak hanya dalam menuntut pengakuan atas eksistensinya saja, melainkan juga adanya pengakuan pihak lain dan siapa saja atas hak dan kewajiban kaum perempuan dalam mengisi, menata dan membangun bangsa dan Negara. (HS)


Outbond Bersama Liga Remaja Sedayu

Pada hari Minggu tanggal 05 Maret 2011, Remaja masjid Kemusuk (ISLAMUDA)mendapatkan undangan mengikuti outbond dari Keluarga Besar SDIT. Acara tersebut dalam rangka mempererat ukhuwah islamiah dan kebersamaan diantara para anggota Rohis Se-Sedayu. Dibantu oleh Sekolah alam Pundung -sebuah sekolah yang bergerak dalam bidang dakwah dan islami.red-, outbond ini berlangsung di tepian sungai dan melewati jurang-jurang yang mampu memacu adrenalin. Banyak kegiatan yang dilakukan disana seperti menuruni bukit yang licin, menyusuri sungai, sholat bersama, hingga bermain Flying Fox diatas sungai Sungguh, sebuah pengalaman yang menyenangkan bagi kami. Walau banyak kekurangan disana-sini, tapi kami anggap sebuah acara yang luar biasa. Alhamdulillah.


.

“Kemusuk Bergemuruh Lagi” Sebuah Refleksi

Kemusuk bergemuruh. Tahun 1949, nama dusun kecil itu tiba-tiba mencuat dan banyak dibicarakan orang. Karena pada agresi militer Belanda ke – 2, rakyat seluruh Kemusuk bangkit mengangkat senjata untuk mempertahankan setiap jengkal bumi pertiwi. Tidak kurang 126 warga yang meninggal kala itu menjadi korbannya.

Awal tahun 2008, Kemusuk bergemuruh lagi. Soeharto, putra Kemusuk yang telah menjadi orang nomor satu di Indonesia selama 32 tahun, sakit hingga akhirnya meninggal. Warga Kemusuk sejak Pak Harto masuk RSPP Jakarta tiada henti-hentinya mengalunkan doa dan dzikir untuk mendoakan agar Pak Harto diberi kesembuhan, walaupun akhirnya Tuhan berkendak lain. Beliau meninggal pada Ahad, 27 Januari 2008 pada pukul 13.10 Wib. Nuansa spiritual di Kemusuk kembali bergemuruh, ribuan orang berdoa dan bahkan banyak yang luar daerah berbondong-bondong datang ke dusun kecil ini untuk bersimpati dan ikut bersama warga Kemusuk untuk mendoakan “mendiang” Pak Harto. Media cetak maupun elektronik juga tidak mau ketinggalan, ikut berlomba-lomba mencari dan meliput beritanya. Sehingga dalam beberapa minggu Kemusuk menjadi salah satu fokus utama berita di berbagai media nasional maupun internasional.

Sebagai wujud penghormatan pemerintahpun ikut menyerukan kepada bangsa Indonesia dengan menelorkan hari berkabung nasional selama tujuh hari sebagai wujud perhormatan dan kehilangan salah satu putra terbaiknya..

Pak Harto, akhir-akhir ini baik di media cetak dan elektronik maupun khalayak ramai membicarakan lebih banyak dikaitkan dengan dengan tiga “kata” yaitu Kemusuk, Kalitan & Astana Giribangun dan Cendana. Ini tentu karena sejak sakit hingga meninggalnya tempat-tempat inilah yang menjadi perhatian masyarakat Bila kita cermati ketiganya dapat kita uraiakan secara singkat bahwa Kemusuk merupakan tempat kelahiran, tumpah darah dan basis perjuangan Pak Harto dalam mempertahankan kemerdekaan. Kemudian Kalitan dan Astana Giri Bangun adalah tepat tinggal dari keluarga silsilah Ibu Siti Hartinah Soeharto (atau ibu Tin soeharto) dan Astana Giribangun adalah tempat yang dipilih keluarga Cendana sebagai persemayaman terakhir Pak Harto. Cendana adalah tempat tinggal keluarga Pak Harto di Jakarta termasuk dalam memimpin Negara selama 32 tahun

Kemusuk, sebetulnya hanya sebuah dusun kecil. Dulu awalnya adalah sebuah kelurahan tetapi sejak tahun 1946 menggabung dengan kelurahan Argomulyo ketika diberlakukanya aturan otonomi bagi DIY. Sejak itu pula nama Kemusuk dan Argomulyo menjadi satu kesatuan yang tak terpisahkan. Dan uniknya orang luar tetap lebih mengenal nama Kemusuk daripada Argomulyo sebagai induknya.

Dalam tata pemerintahan, Kemusuk sekarang terpecah terdiri dari tiga dusun/kring yaitu Srontakan, Kemusuk Kidul dan Kemusuk lor. Ketiga dusun ini di bawah pemerintahan Desa Argomulyo Kecamatan Sedayu Kabupaten Bantul DIY.

Dari pusat kota Daerah Istimewa Yogyakarta, Kemusuk dan Argomulyo berada di sebelah barat daya dengan jarak sekitar 10 kilometer.

Menurut cerita, nama Kemusuk ini berasal dari ungkapan jawa yaitu : “ketemu suk” (besok bakal bertemu). Ungkapan ini disampaikan oleh Ki Wongsomenggolo, yang merupakan figur seorang kesatria arif dan bijaksana yang turut andil dalam melawan Kolonial Belanda sekaligus berandil dalam berdirinya keraton Ngayogyakarta Hadiningkrat.

Maksud ucapan Ki Wongsomenggolo, orang yang sangat dihormati dan kharismatik pada masa itu selajutnya oleh masyarakat waktu itu menjadi sangat popular dan lazimnya orang jawa kata “ketemu suk” menjadi tetenger (nama popular) desa tersebut dan lebih selanjutnya “ilat jawa” (lidah jawa) lebih gampang menyebut dengan nama “Kemusuk”.

Sementara itu nama Ki Wongsomenggolo sendiri sekarang diabadikan oleh trah Wongso menggolo menjadi nama sebuah perguruan tinggi di Yogyakarta yang berada di desa yaitu Universitas Wangsa Manggala Yogyakarta yang terletak di Desa Argomulyo tepatnya di Jln Wates Km 10 Yogyakarta.

Salah satu hal dari Kemusuk yang terus mendapat kenangan bagi warga Yogyakarta adalah, Kemusuk sebagai salah satu basis perjuangan dan semangat heroisme untuk mempertahan kemerdekaan Republik Indonesia. Desa dengan penuh dinamika perjuangan itu muncul ke permukaan pada 19 Desember 1949. Sejak saat itu nama dusun kecil ini mulai mencuat, mula-mula gaung namanya di kenal di dusun sekitar, kemudian terkenal se-DI Yogyakarta, terus berkembang se-Indonesia. Dan, ketika salah seorang putra Kemusuk yang lahir pada tanggal 8 Juli 1921 dengan nama Soeharto, yang kelak kemudian menjadi orang nomor satu di Republic ini, nama Kemusuk tersohor di seluruh planet bumi. Sebagai bentuk dan bukti perjuangan warga Kemusuk sekarang masih gagah berdiri berbagai monumen perjuangan, seperti Monument Setu Legi yang berdiri tegak tengah-tengah komplek Balai Desa Argomulyo, kemudian Monumen Somenggalan berada tengah-tengah dusun Kemusuk, ada lagi Monumen Brimob di dusun Sengon karang, Argomulyo.

Selain nama besar Soeharto yang telah mengangkat nama Kemusuk, juga lahir nama-nama kebanggaan yang muncul dari Kemusuk seperti Probosoetedjo, Sudwikatmono, bahkan juga (Alm) R. Notosoewito. Nama terakhir ini merupakan mantan kepala desa Argomulyo yang telah memimpin desa ini selama lebih dari 30 tahun.

Kemusuk, tentu saja bukan hanya bernilai bagi Pak Harto semata, tapi juga seorang anak yang biasa dipanggil “Tedjo”, ini adalah nama panggilan dari Probosoetedjo di waktu kecil. Kehidupan kala itu yang sangat meprihatinkan menempanya menjadi orang yang sangat peduli dengan memiskinan dan pertanian. Dan kemiskinan di desa biasanya terkait erat dengan para “wong tani” inilah yang melatarbelakangi sehingga menjadikan seorang ”Tedjo” kecil menjadi peduli akan pendidikan dan nasib petani, disamping beliau sendiri pernah menjadi orang guru SD, sebelum akhirnya terjun ke dunia bisnis.

Nama probosetedjo yang berhasil di bidang bisnis, Sudwikatmono yang juga dikenal sebagai pebisnis yang sukses juga warga yang berasal dan berketurunan dari Kemusuk. “Dwi” demikian panggilan dari Sudwikatmono adalah profil pengusaha sukses yang merangkak dari bawah, malah pernah “kulakan” sepeda bekas di pasar Godean, dekat Kemusuk.

Seperti tokoh-tokoh lainnya, (Alm) R. Notosoewito yang meninggal 2 tahun lalu, adalah anak kelahiran Kemusuk pada tanggal 14 Juli 1963. “Wito”, demikian panggilan beliau dikala kecil. Beliau adalah Kepada Desa Argomulya yang sangat dihormati oleh warganya, selain sebagian besar hidupnya diabdikan pada rakyat, juga perhatiannya yang luar biasa pada pembangunan pertanian juga sektor spiritual. Kemajuan Argomulyo saat ini tidak bisa dilepaskan dari kenangan kerja keras seorang yang kecilnya hanya penggembala kambing yang popular dengan sebutan “wito”

Basik ungulan di Kemusuk Argomulyo saat ini adalah dalam bidang pendidikan. Pak Probosutedjo selaku putra Kemusuk senantiasa mencanangkan idealismenya melalui pengadaan “monument hidup” yang berujud pengadaan sarana pendidikan masyarakat. Sebagai bukti nyata pesatnya pendidikan di Kemusuk Argomulyo, kelihatan dari banyaknya jumlah sekolah baik negeri maupun swasta. Mulai dari jenjang pendidikan terendah berupa kelompok bermain (playgroup) hingga perguruan tinggi. Mungkin untuk jenjang pendidikan SD hingga SLTA, hampir semua daerah memiliki, tetapi keunggulan di Kemusuk Argomulyo ini, justru hanya di sebuah desa kecil muncul sebuah perguruan tinggi yang megah.

Pak Probosutejo sebagai putra Kemusuk adalah figur dengan idealisme tinggi dalam kemajuan pendidikan, beliau mendirikan perguruan tinggi dengan mengambil nama cikal bakal dari Kemusuk yaitu Ki Wongso Manggolo menjadi menjadi sebuah PTS yaitu Universitas Wangsa Manggala atau UNWAMA. Sesuai dengan lokasi yang berada di pedesaan yang dekat dengan “sawah”. Pak probosoetedjo yang sangat peduli dengan kehidupan “wong deso” yang tidak lepas dengan per”tani”annya. Untuk itulah sampai saat ini Unwama sebagai produk Kemusuk tetap mempertahankan ilmunya “wong ndeso” dengan adanya Fakultas Pertanian dan Teknologi Pertanian selain Ekonomi, Psikologi dan Teknik.

Tampaknya Kemusuk yang sekarang dan mendatang akan mendapat tantangan yang lain dan beda dari pendahulu-pendahulunya. Nama-nama besar “trak” Kemusuk yang sudah mengarumkan dan membangun Kemusuk Argomulyo perlu diteruskan lagi oleh “harto-harto” kecil, atau “tedjo-tedjo” kecil di waktu-waktu mendatang yang penuh dengan tantangan baru.

Terlepas dari segala kekurangan dan kesalahan, Warga Kemusuk Argomulyo sudah sepatutnya untuk berterimasih kepada Pak Harto yang telah membuat bangga Kemusuk karena telah memimpin Bangsa Indonesia untuk membangun sehingga mendapat julukan “Bapak Pembanguan Indonesia”. Akhirnya selamat jalan Pak Harto, semoga Allah SWT menerima amal kebajikan dan mengampuni segala kesalahan. Amin. “selamat jalan Pak Harto”. ( Widarta, SE tokoh masyarakat Kemusuk Argomulyo Sedayu)

KEMUSUK WIKIPEDIA-II

....Sementara itu nama Ki Wongsomenggolo sendiri sekarang diabadikan oleh trah Wongso menggolo menjadi

nama sebuah perguruan tinggi di Yogyakarta yang berada di desa Argomulyo,yaitu Universitas Wangsa

Manggala Yogyakarta (sekarang UMBY) ,tepatnya di Jln Wates Km 10 Yogyakarta.

Salah satu hal dari Kemusuk yang terus mendapat kenangan bagi warga Yogyakarta adalah, Kemusuk sebagai

salah satu basis perjuangan dan semangat heroisme untuk mempertahan kemerdekaan Republik Indonesia.

Desa dengan penuh dinamika perjuangan itu muncul ke permukaan pada 19 Desember 1949. Sejak saat itu

nama dusun kecil ini mulai mencuat, mula-mula gaung namanya di kenal di dusun sekitar, kemudian terkenal

se-DI Yogyakarta, terus berkembang se-Indonesia. Dan, ketika salah seorang putra Kemusuk yang lahir pada

tanggal 8 Juli 1921 dengan nama Soeharto, yang kelak kemudian menjadi orang nomor satu di Republic ini,

nama Kemusuk tersohor di seluruh planet bumi. Sebagai bentuk dan bukti perjuangan warga Kemusuk

sekarang masih gagah berdiri berbagai monumen perjuangan, seperti Monument Setu Legi yang berdiri tegak

tengah-tengah komplek Balai Desa Argomulyo, kemudian Monumen Somenggalan berada tengah-tengah dusun

Kemusuk, ada lagi Monumen Brimob di dusun Sengon karang, Argomulyo.

Selain nama besar Soeharto yang telah mengangkat nama Kemusuk, juga lahir nama-nama kebanggaan yang

muncul dari Kemusuk seperti Probosoetedjo, Sudwikatmono, bahkan juga (Alm) R. Notosoewito. Nama terakhir

ini merupakan mantan kepala desa Argomulyo yang telah memimpin desa ini selama lebih dari 30 tahun.

Kemusuk, tentu saja bukan hanya bernilai bagi Pak Harto semata, tapi juga seorang anak yang biasa dipanggil

“Tedjo”, ini adalah nama panggilan dari Probosoetedjo di waktu kecil. Kehidupan kala itu yang sangat

meprihatinkan menempanya menjadi orang yang sangat peduli dengan memiskinan dan pertanian. Dan

kemiskinan di desa biasanya terkait erat dengan para “wong tani” inilah yang melatarbelakangi sehingga

menjadikan seorang ”Tedjo” kecil menjadi peduli akan pendidikan dan nasib petani, disamping beliau sendiri

pernah menjadi orang guru SD, sebelum akhirnya terjun ke dunia bisnis.

Nama probosetedjo yang berhasil di bidang bisnis, Sudwikatmono yang juga dikenal sebagai pebisnis yang

sukses juga warga yang berasal dan berketurunan dari Kemusuk. “Dwi” demikian panggilan dari Sudwikatmono

adalah profil pengusaha sukses yang merangkak dari bawah, malah pernah “kulakan” sepeda bekas di pasar

Godean, dekat Kemusuk.

Seperti tokoh-tokoh lainnya, (Alm) R. Notosoewito yang meninggal 2 tahun lalu, adalah anak kelahiran

Kemusuk pada tanggal 14 Juli 1963. “Wito”, demikian panggilan beliau dikala kecil. Beliau adalah Kepala Desa

Argomulya yang sangat dihormati oleh warganya, selain sebagian besar hidupnya diabdikan pada rakyat, juga

perhatiannya yang luar biasa pada pembangunan pertanian juga sektor spiritual. Kemajuan Argomulyo saat ini

tidak bisa dilepaskan dari kenangan kerja keras seorang yang kecilnya hanya penggembala kambing yang

popular dengan sebutan “wito”

Basic unggulan di Kemusuk Argomulyo saat ini adalah dalam bidang pendidikan. Pak Probosutedjo selaku putra Kemusuk senantiasa mencanangkan idealismenya melalui pengadaan “monument hidup” yang berujud

pengadaan sarana pendidikan masyarakat. Sebagai bukti nyata pesatnya pendidikan di Kemusuk Argomulyo,

kelihatan dari banyaknya jumlah sekolah baik negeri maupun swasta. Mulai dari jenjang pendidikan terendah

berupa kelompok bermain (playgroup) hingga perguruan tinggi. Mungkin untuk jenjang pendidikan SD hingga

SLTA, hampir semua daerah memiliki, tetapi keunggulan di Kemusuk Argomulyo ini, justru hanya di sebuah

desa kecil muncul sebuah perguruan tinggi yang megah.

Pak Probosutejo sebagai putra Kemusuk adalah figur dengan idealisme tinggi dalam kemajuan pendidikan,

beliau mendirikan perguruan tinggi dengan mengambil nama cikal bakal dari Kemusuk yaitu Ki Wongso

Manggolo menjadi menjadi sebuah PTS yaitu Universitas Wangsa Manggala atau UNWAMA. Sesuai dengan

lokasi yang berada di pedesaan yang dekat dengan “sawah”. Pak probosoetedjo yang sangat peduli dengan

kehidupan “wong deso” yang tidak lepas dengan per”tani”annya. Untuk itulah sampai saat ini Unwama(UMBY)

sebagai produk Kemusuk tetap mempertahankan ilmunya “wong ndeso” dengan adanya Fakultas Pertanian

dan Teknologi Pertanian selain Ekonomi, Psikologi dan Teknik.
.:DIAMBIL DARI BERBAGAI SUMBER:.

KEMUSUK WIKIPEDIA-I

Menurut cerita, nama Kemusuk ini berasal dari ungkapan jawa yaitu : “ketemu suk” (besok bakal bertemu).

Ungkapan ini disampaikan oleh Ki Wongsomenggolo, yang merupakan figur seorang kesatria arif dan bijaksana

yang turut andil dalam melawan Kolonial Belanda sekaligus berandil dalam berdirinya keraton Ngayogyakarta

Hadiningkrat.

Maksud ucapan Ki Wongsomenggolo, orang yang sangat dihormati dan kharismatik pada masa itu selajutnya

oleh masyarakat waktu itu menjadi sangat popular dan lazimnya orang jawa kata “ketemu suk” menjadi

tetenger (nama popular) desa tersebut dan lebih selanjutnya “ilat jawa” (lidah jawa) lebih gampang menyebut

dengan nama “Kemusuk”.

.:DIAMBIL DARI BERBAGAI SUMBER:.